Sabtu, 21 Oktober 2017

Review Kuliah: Media Studies

Hai, good people!

Ilmu Komunikasi itu disiplin ilmu yang ada di persimpangan disiplin ilmu lainnya, maka berbagai perspektif  bisa dipelajari dan menjadikan komunikasi bisa diaplikasikan di berbagai bidang. Media Studies, kajian media adalah studi yang mempelajari berbagai aspek media dan implikasinya dalam kehidupan serta pengaruh yang disebabkan olehnya. 

Kenapa tertarik mempelajari media? seperti yang diketahui media atau medium adalah perantara sebagai penyalur. Luas sekali jika membahas media, tapi secara garis besar ada media cetak, media elektronik dan media online saat ini. Kita belum tau media apa lagi yang akan menggantikan media online saat ini. Perkembanggan media selalu diikuti kemajuan teknologi, mau tidak mau perubahan selalu terjadi oleh dinamika platform yang berkembang terus.

What I learn? secara teori diperkenalkan aku terhadap sejarah dan bagaimana media mempengaruhi kehidupan manusia. Mempelajari media dari segi hukum, etika, pengaplikasiannya. Teori yang paling famous menurutku, milik bapak komunikasi, Marshall McLuhan, "Medium is the Message" artinya media tidak hanya penyalur pesan saja, tapi medium itu sendiri merupakan pesan yang mangandung makna. Contoh: Menonton film di bioskop dengan menonton film di televisi, akan berbeda rasa dan sensasinya saat kamu menonton film yang sama tapi dari medium yang berbeda. Di layar lebar suasana dan efek sound memberi kesan tersendiri dari film yang berlangsung, kamu akan lebih fokus dan terserap ke dalam cerita film tersebut. Bila di televisi, film yang ditonton akan bisa kamu nikmati dengan melakukan pekerjaan lain, misal main hp, kamu tinggal saat iklan, memberikan kesan tidak intensif sehingga cerita yang kamu tangkap dari film kurang terendap dikepalamu. Lebih jelasnya dibawah ini aku copas dari file semester lama untuk mengerti secara singkat konsep media menurut McLuhan.

Berikut ini adalah 3 konsep media menurut McLuhan (review tugas matakuliah Kajian Media)

Media adalah pesan
Media adalah pesan karena media membentuk dan mengendalikan skala dan bentuk-bentuk kelompok manusia serta tindakannya. Konten atau kegunaan media itu bermacam-macam sesuai efek yang ditimbulkan dalam membentuk suatu kelompok manusia dan tindakannya. Memang konten atau isi dari berbagai medium membutakan kita dengan karakter media tersebut. Jadi menurut konsep ini isi atau pesannya tidak lagi begitu diperhatikan melainkan media itu sendiri dalam mempengaruhi kebiasaan manusia.
Seperti contoh: ketika di dalam suatu keluarga memiliki satu televisi dan biasa menontonnya, dan jika media tersebut tidak ada dalam keluarga tersebut seperti ada yang kurang dan tidak lengkap suasananya.

Media adalah perluasan jangkauan manusia.
            Media yang berkembang sekarang ini sudah seperti menjadi bagian dari hidup kita bahkan seperti organ tubuh manusia yang tidak bisa dilepaskan. Dengan media kita bisa menjangkau segala informasi dari seluruh dunia. Seperti contoh : Kita dapat mengakses informasi dari luar negeri menggunakan internet tanpa perlu jauh-jah mendatangi negara tersebut.

Media panas dan media dingin
Media panas dan media dingin maksudnya membedakan media berdasarkan konten yang dimuat dalam media satu dan media lainnya. Media panas adalah media yang memuat high culture, artinya membutuhkan literasi tinggi bagi audien untuk menangkap pesannya, seperti di film. Sedangkan media dingin adalah media yang memuat low culture, artinya  audien dapat mudah memahami pesannya, seperti di telepon atau televisi.

Meskipun isi konten sama jika disampaikan melalui media yang berbeda maka pesannya juga akan dipersepsi berbeda. Sama halnya, medianya berbeda dengan isi kontennya akan menghasilkan pesan berbeda.

Sumber: Understanding Media: The Extensions of Man is a 1964 book by Marshall McLuhan

Novel Genre Dystopian: kecanduan buku

Novel genre Dystopian apa sih?

Hai, good people!!!

Kali ini aku mau recommend buku yang menarik untuk loe baca. Eh aku mau coba pakai kata ganti aku jadi gue, kalian jadi loe nih. Aku tempted banget mau pake loe-gue di tulisan ini hahaha.

So, gue mau cerita buku genre dystopian, yang gue suka sejak pertama baca buku genre itu tanpa tau kalau yang gue baca itu genrenya dystopia. Nah, kebanyakan pasti pecinta fiksi sudah pernah denger judul-judul buku yang populer kayak Hunger Games, Divergent, The Maze Runner, The Host, dll. Tentu saja beserta sequel-sequelnya. Kalau gitu gue bukan lagi recommend karena udah loe baca semua. Tapi gue juga mau cerita kenapa gue suka banget genre dystopian dibanding genre lainnya. Number one is dystopian, two is romance of course (kadang romance jadi no.1). Gue gak murni dystopia mulu sih, Cuma mix antara romance dan scifi dan dystopia juga jadi favorite most of all.


Sebenernya genre dystopian itu apa sih? Dystopian menurut pengertian yang gue simpulkan adalah salah satu tema dalam fiksi yang menceritakan dunia manusia dengan sistem yang menurut gue jauh dari imajinasi abad ini. Bisa jadi futuristik banget. Sistem yang gue maksud seperti sistem pemerintahan, kehidupan manusia yang terlalu diatur oleh penguasa tunggal jadi kesannya diktator dan malahan sistem itu bikin nature manusia kacau balau. Karena ya kehidupan manusia dirancang sempurna tapi justru menjadikan perbedaan sosial berubah jadi penyakit sosial yang sebenarnya bukan ancaman, dan muncul disintegritas.

Take a sample, Divergent Trilogy, gue suka nih. Emang populer ngetssss bagi pecinta novel young-adult. Di dunia Tris (tokoh utama Divergent) ada sistem sosial yang mengklasifikasikan manusia berdasarkan kepribadian, disebut fraksi atau fraction. Lima fraksi kalo gak salah dan kalo loe gue gak masuk salah satu fraksi itu, yakin hidup loe sengsara karena tidak dianggap dari bagian sistem itu. Hal itulah yang buat Tris bingung awalnya kalau ternyata dirinya bukanlah bagian dari satu fraksi, tapi tiga dan istilah divergent melekat di dirinya (istilah ini tabu di dunianya itu guys). Karena tidak sesuai yang diharapkan sistem masyarakat akhirnya konflik dimulai, perbedaan bisa jadi ancaman bagi pemerintahan maka perlu dibasmi. Akibatnya ada golongan diluar sana yang tidak setuju dengan pembagian sistem seperti itu, muncul pemberontakan yang sebenarnya sudah ada sejak awal sejarah dunia fraksi dibentuk. The rest baca novelnya yah. Seru abis.


Ada istilah yang berlawanan dengan dystopia yaitu utopian atau utopia. Artinya menurut KKBI yaitu sistem politik yang sempurna yang hanya dalam bayangan (khayalan) dan sulit atau tidak mungkin diwujudkan dalam kenyataan: kita tidak menghendaki—. Nah, sependek gue tau utopia itu emang berlawanan sama dystopia secara dys— artinya tidak, dystopia berarti tidak sempurna. Kalau utopia sistem yang sempurna sampai hanya khayalan belaka. Maka menurut gue istilah ini jarang gue temuin di genre buku, gue cuma tau kalau kedua kata itu berlawanan.


Buku genre dystopia yang pernah gue baca dan paling berkesan menurut gue, menurut loe juga barangkali (seingat gue juga)
The Hunger Games trilogy by Suzanne Collins
Divergent and its sequel by Veronia Roth
The Maze Runner by James Dashner
The Host by Stepenie Meyer
Shatter Me and its sequel by Tahereh Mafi
1984 by George Orwel
Matched and its sequel by Ally Condie
Never Let Me Go by Kazuo Ishiguro (ini masuk reading list,coz filmya udah nonton)
Etc

Sebenernya gue hampir naruh judul yang genrenya scifi sama fantasy, sama-sama seru ceritanya dan ada bumbu-bumbu cinta dong tentunya. Kalau dalam negeri sendiri genre dystopia jujur gue gak nemuin atau males cari. Why? I don’t know, gue tiba-tiba aja suka konsep dystopia tapi gak ngarep jadi kenyataan juga sih. You know when you love for no reason and keep loving it. Tapi ada alasan yang gue bisa gali kenapa gue suka genre dystopia.

Why I love dystopian genre? So muchhhh
Pertama tau dystopia gue gak tau tepatnya namun sejak baca novel semakin banyak genre semakin luas dan nemu nih genre bikin addicted. Kenapa suka? Kalo gue jawab karna suka aja gak bakalan menarik dong jawabanya. Apalagi jawabnya udah takdir. Semua ujian gue lulus 100%. Maksud gue alasan disini yang bikin gue curious awalnya, related sama kehidupan dan trigger me banget konfliknya, agak berlebihan sih gue, ya emang kalo suka beginian jadinya, suka memuja-muja gitu. Loe suka sama orang mau seburuk apapun ya tetep loe puja juga.



1. Penuh sistem yang berbeda banget dari dunia yang loe dan gue tempatin detik ini. Cerita di dystopian genre emang sistem sosial politiknya terlihat perfect but beneath all of it lay the imperfect. Hal ini yang menurut gue ketidaksempurnaan dijadikan kambing hitam, kesalahan sistem jadi ancaman. Gue greget aja kenapa beda dan nglanggar aturan yang sebenernya itu alami. (Wait, jangan kaitkan sama nglanggar uud ya, konteksnya beda. Koruptor udah jelas salah secara hukum apalagi moral.) Di dunia kehidupan loe harus strict sesuai apa yang penguasa tentuin. Rata-rata sih hampir semuanya deh, dystopian story has begin from ordinary system llike us now to extraordinary caused by war or revolution. Jadi emang awalnya gak ada sistem sosial yang khusus, karena perang dan revolusi menyebabkan pendukung pihak yang ingin mengubah sistem hidup manusia agar lebih baik, namun kebablasen menurut gue dan jadi chaos akhirnya.

2. Trust issue di setiap tokoh menjadi salah satu alasan gue tertarik ke dalamya. Sedikit curhat, gue punya yang namanya trust issue jadi related sama gue. Loe punya kan trust issue mesti gak sering. Nah, di dunia dystopia tiap tokoh pasti mengalami konflik batin harus percaya pada pihak mana, dan mempercayai berarti menyerahkan hidup loe. Bedanya trust isuue in real life, di cerita fiksi ini yaa pasti lebih ekstrim levelnya. Loe mau nurut pemerintahan yang menurut loe gak adil, loe disebut pemberontak. Loe udah gak dipercaya society lagi dan saat di kelompok atau orang yang baru loe temui pun, harus mikir banget apakah bisa dipercaya atau malah musuh dalam selimut. Yaa walaupun sebenernya percaya orang di situasi konflik yang chaos kayak gitu bukan berati harus percaya banget sepenuhnya, seenggaknya loe gak bahayain hidup sementara waktu dan loe bisa survive.


3. Menantang imajinasi gue. Cerita yang gak biasa bikin gue kalau baca bisa bayangin hal-hal abstrak sebelumnya. Sampai ada adapatasi filmnya, nah itu, gue baru bisa liat bentuk konkritnya. Gue juga bisa mikir gimana kalau gue jadi  tokoh di cerita itu yang hidup gak karuan, harus fighting, running, terus gitu sampai tamat. Capek kalo direalisasikan. Yang pasti, imajinasi gue berkembang dan teknologi canggih melampaui dari jaman sekarang udah ada meskipun mirip-miriplah. Kalau scifi gue udah gak kaget riset dan teknologinya emang disetting bener bener jauh masa depan dan amazing.

Alasan dari semua alasan dan penutup yang bisa merangkum kenapa gue suka banget genre dystopian ya karena ada moral value, social value, dan lainnya. Coba loe ambil hikmahnya dari setiap novel yang loe baca, pandangan loe terbuka dan bisa loe bandingin sama real life loe pasti related. Jelas kan novel juga cerita kehidupan pada dasarnya.
Akhir kata, semoga menginspirasi! Good story for good people!

Selasa, 10 Oktober 2017

Menulis cerpen untuk dikirim ke majalah: tips dan suka duka

Hai, sweet people!



Pengen gak karyamu dimuat di media yang dibaca banyak orang? Pengen dong, sebagai salah satu harapan penulis ya memang ingin karyanya bisa menyentuh pembacanya, paling enggak menyampaikan pesan dari ceritanya lah.



Termasuk diriku juga pengen dimuat tapi belum ada kabar bahagia haha entah online atau cetak. Terus berusaha dong ya kan.



Nah, berhubung judulnya menulis cerpen untuk dimuat, iya kalau diterima redaksi. Kalau enggak mau nulis apa disini? Aku mau nyampein apa aja kendala dan tips biar gak ngedrop dan caranya bangkit dari keterpurukan(?) karena belum dimuat-muat menurut versiku aja deh. :D

Apa aja?

1. Kehabisan ide
Kalau menulis cerpen gak selesai-selesai, bahkan sampai berjam-jam kamu stuck disitu aja, kamu bakalan males nglanjutin ceritamu. Ini sering aku alami dan bikin waktu terbuang sia-sia yang harusnya bisa buat kegiatan lain.

Tips: aku biasanya gak kupaksain nulis, toh gak ada yang mau kutulis. Jadi istirahat dan tinggalkan sejenak biar ide mengalir lagi. Karena menulis bagiku sekarang bukan tuntutan seperti orang yang udah profesional, ya dibikin santai dulu. Aku tinggal makan, tinggal main hp bentar, bahkan kulanjutin hari berikutnya.


2.Takut gak dimuat majalah
Tujuan nulis cerpen kan ada buat hobi buat dikirim majalah, macem-macem. Nah, ada rasa cemas takut kalau hasil pikiran kita ternyata gak dipublish oleh media yang kita harapkan. Karena rasa takut itu bikin jadi minder dan bisa menghambat proses penulisan.

Tips: wajar yah takut gak dimuat apalagi udah menguras otak dan keringat bikin cerita yang bagus malah mikirin dimuat atau enggaknya. Kalau aku sih kubiarin aja rasa takut itu ada, dan kunikmati. Setelah berpikir galau-galauan aku jadi mikir masa bodo, gak kupikirin yang penting nulis dan pengen ceritaku selesai. Syukur kalau dimuat kalau enggak ya bukan rejeki. Pikir positifnya aja. Paling nggak temenmu suruh baca lah. Biar effortmu dapat dinikmati orang lain, gak harus di majalah atau media besar.


3. Tulisan berhenti ditengah jalan, gak dilanjutin
Ini kendala yang berhubungan sama kehabisan ide, kalau stuck, terus males ngelanjutinnya. Aku sering gini jadi setengah cerita. Sampai-sampai gak mau nulis lagi. Sayang sih, gak dilanjutin tapi kalau mau dilanjutin gak ada plot yang menarik. Mesti ngerombak dari awal.

Tips: ada dua pilihan, mau mulai dari awal lagi, atau ngrevisi dan ngelanjutin cerita pada awalnya. Kalau aku cenderung tak paksain dan endingnya maksa banget. Hahaa buat konsumsi pribadi.

4. Cerita gak sesuai ide pertama
Kerangka ide yang kita tulis udah fix, tapi setelah nulis panjang-panjang kok ceritanya jadi beda. Mungkin karena efek dikerjakan tidak dalam waktu dan kondisi yang sama, hingga mempengaruhi mood.

Tips: percaya deh sama pikiranmu, kalau ceritanya bagusan gak sesuai ide awal maka kamu punya kreativitas dan gak terpaku sama satu ide. Dan kalau bisa minta kritik temen temenmu yang mau baca ceritamu. Buat keputusanmu. Aku sering baget dikatain ceritanya terlalu cepat alurnya, agak maksa. Hahaa biarlah latihan juga.

5. MALAS
Adalah penyakit umum, buat aku sangatlah menjadi ancaman. Malas dalam berbagai alasan inilah itulah. Makin pinter buat alasan walaupun sebenarnya malas aja.

Tips: dear untuk penulis amatir seperti aku, jangan malas nak. Practice makes perfect. :D


Nah, gak penting kan tips diatas? Kalian pasti bisa dan punya cara masing-masing untuk membuat cerpen kalian berhasil dimuat di majalah dan media yang kalian incar. Kalau suatu saat nanti ceriraku dimuat, pengen ngeshare di blog juga seperti temen temen blogger yang udah berhasil. Hehe. Nothing to lose.

Semoga bermanfaat!