Sabtu, 21 Oktober 2017

Review Kuliah: Media Studies

Hai, good people!

Ilmu Komunikasi itu disiplin ilmu yang ada di persimpangan disiplin ilmu lainnya, maka berbagai perspektif  bisa dipelajari dan menjadikan komunikasi bisa diaplikasikan di berbagai bidang. Media Studies, kajian media adalah studi yang mempelajari berbagai aspek media dan implikasinya dalam kehidupan serta pengaruh yang disebabkan olehnya. 

Kenapa tertarik mempelajari media? seperti yang diketahui media atau medium adalah perantara sebagai penyalur. Luas sekali jika membahas media, tapi secara garis besar ada media cetak, media elektronik dan media online saat ini. Kita belum tau media apa lagi yang akan menggantikan media online saat ini. Perkembanggan media selalu diikuti kemajuan teknologi, mau tidak mau perubahan selalu terjadi oleh dinamika platform yang berkembang terus.

What I learn? secara teori diperkenalkan aku terhadap sejarah dan bagaimana media mempengaruhi kehidupan manusia. Mempelajari media dari segi hukum, etika, pengaplikasiannya. Teori yang paling famous menurutku, milik bapak komunikasi, Marshall McLuhan, "Medium is the Message" artinya media tidak hanya penyalur pesan saja, tapi medium itu sendiri merupakan pesan yang mangandung makna. Contoh: Menonton film di bioskop dengan menonton film di televisi, akan berbeda rasa dan sensasinya saat kamu menonton film yang sama tapi dari medium yang berbeda. Di layar lebar suasana dan efek sound memberi kesan tersendiri dari film yang berlangsung, kamu akan lebih fokus dan terserap ke dalam cerita film tersebut. Bila di televisi, film yang ditonton akan bisa kamu nikmati dengan melakukan pekerjaan lain, misal main hp, kamu tinggal saat iklan, memberikan kesan tidak intensif sehingga cerita yang kamu tangkap dari film kurang terendap dikepalamu. Lebih jelasnya dibawah ini aku copas dari file semester lama untuk mengerti secara singkat konsep media menurut McLuhan.

Berikut ini adalah 3 konsep media menurut McLuhan (review tugas matakuliah Kajian Media)

Media adalah pesan
Media adalah pesan karena media membentuk dan mengendalikan skala dan bentuk-bentuk kelompok manusia serta tindakannya. Konten atau kegunaan media itu bermacam-macam sesuai efek yang ditimbulkan dalam membentuk suatu kelompok manusia dan tindakannya. Memang konten atau isi dari berbagai medium membutakan kita dengan karakter media tersebut. Jadi menurut konsep ini isi atau pesannya tidak lagi begitu diperhatikan melainkan media itu sendiri dalam mempengaruhi kebiasaan manusia.
Seperti contoh: ketika di dalam suatu keluarga memiliki satu televisi dan biasa menontonnya, dan jika media tersebut tidak ada dalam keluarga tersebut seperti ada yang kurang dan tidak lengkap suasananya.

Media adalah perluasan jangkauan manusia.
            Media yang berkembang sekarang ini sudah seperti menjadi bagian dari hidup kita bahkan seperti organ tubuh manusia yang tidak bisa dilepaskan. Dengan media kita bisa menjangkau segala informasi dari seluruh dunia. Seperti contoh : Kita dapat mengakses informasi dari luar negeri menggunakan internet tanpa perlu jauh-jah mendatangi negara tersebut.

Media panas dan media dingin
Media panas dan media dingin maksudnya membedakan media berdasarkan konten yang dimuat dalam media satu dan media lainnya. Media panas adalah media yang memuat high culture, artinya membutuhkan literasi tinggi bagi audien untuk menangkap pesannya, seperti di film. Sedangkan media dingin adalah media yang memuat low culture, artinya  audien dapat mudah memahami pesannya, seperti di telepon atau televisi.

Meskipun isi konten sama jika disampaikan melalui media yang berbeda maka pesannya juga akan dipersepsi berbeda. Sama halnya, medianya berbeda dengan isi kontennya akan menghasilkan pesan berbeda.

Sumber: Understanding Media: The Extensions of Man is a 1964 book by Marshall McLuhan

Novel Genre Dystopian: kecanduan buku

Novel genre Dystopian apa sih?

Hai, good people!!!

Kali ini aku mau recommend buku yang menarik untuk loe baca. Eh aku mau coba pakai kata ganti aku jadi gue, kalian jadi loe nih. Aku tempted banget mau pake loe-gue di tulisan ini hahaha.

So, gue mau cerita buku genre dystopian, yang gue suka sejak pertama baca buku genre itu tanpa tau kalau yang gue baca itu genrenya dystopia. Nah, kebanyakan pasti pecinta fiksi sudah pernah denger judul-judul buku yang populer kayak Hunger Games, Divergent, The Maze Runner, The Host, dll. Tentu saja beserta sequel-sequelnya. Kalau gitu gue bukan lagi recommend karena udah loe baca semua. Tapi gue juga mau cerita kenapa gue suka banget genre dystopian dibanding genre lainnya. Number one is dystopian, two is romance of course (kadang romance jadi no.1). Gue gak murni dystopia mulu sih, Cuma mix antara romance dan scifi dan dystopia juga jadi favorite most of all.


Sebenernya genre dystopian itu apa sih? Dystopian menurut pengertian yang gue simpulkan adalah salah satu tema dalam fiksi yang menceritakan dunia manusia dengan sistem yang menurut gue jauh dari imajinasi abad ini. Bisa jadi futuristik banget. Sistem yang gue maksud seperti sistem pemerintahan, kehidupan manusia yang terlalu diatur oleh penguasa tunggal jadi kesannya diktator dan malahan sistem itu bikin nature manusia kacau balau. Karena ya kehidupan manusia dirancang sempurna tapi justru menjadikan perbedaan sosial berubah jadi penyakit sosial yang sebenarnya bukan ancaman, dan muncul disintegritas.

Take a sample, Divergent Trilogy, gue suka nih. Emang populer ngetssss bagi pecinta novel young-adult. Di dunia Tris (tokoh utama Divergent) ada sistem sosial yang mengklasifikasikan manusia berdasarkan kepribadian, disebut fraksi atau fraction. Lima fraksi kalo gak salah dan kalo loe gue gak masuk salah satu fraksi itu, yakin hidup loe sengsara karena tidak dianggap dari bagian sistem itu. Hal itulah yang buat Tris bingung awalnya kalau ternyata dirinya bukanlah bagian dari satu fraksi, tapi tiga dan istilah divergent melekat di dirinya (istilah ini tabu di dunianya itu guys). Karena tidak sesuai yang diharapkan sistem masyarakat akhirnya konflik dimulai, perbedaan bisa jadi ancaman bagi pemerintahan maka perlu dibasmi. Akibatnya ada golongan diluar sana yang tidak setuju dengan pembagian sistem seperti itu, muncul pemberontakan yang sebenarnya sudah ada sejak awal sejarah dunia fraksi dibentuk. The rest baca novelnya yah. Seru abis.


Ada istilah yang berlawanan dengan dystopia yaitu utopian atau utopia. Artinya menurut KKBI yaitu sistem politik yang sempurna yang hanya dalam bayangan (khayalan) dan sulit atau tidak mungkin diwujudkan dalam kenyataan: kita tidak menghendaki—. Nah, sependek gue tau utopia itu emang berlawanan sama dystopia secara dys— artinya tidak, dystopia berarti tidak sempurna. Kalau utopia sistem yang sempurna sampai hanya khayalan belaka. Maka menurut gue istilah ini jarang gue temuin di genre buku, gue cuma tau kalau kedua kata itu berlawanan.


Buku genre dystopia yang pernah gue baca dan paling berkesan menurut gue, menurut loe juga barangkali (seingat gue juga)
The Hunger Games trilogy by Suzanne Collins
Divergent and its sequel by Veronia Roth
The Maze Runner by James Dashner
The Host by Stepenie Meyer
Shatter Me and its sequel by Tahereh Mafi
1984 by George Orwel
Matched and its sequel by Ally Condie
Never Let Me Go by Kazuo Ishiguro (ini masuk reading list,coz filmya udah nonton)
Etc

Sebenernya gue hampir naruh judul yang genrenya scifi sama fantasy, sama-sama seru ceritanya dan ada bumbu-bumbu cinta dong tentunya. Kalau dalam negeri sendiri genre dystopia jujur gue gak nemuin atau males cari. Why? I don’t know, gue tiba-tiba aja suka konsep dystopia tapi gak ngarep jadi kenyataan juga sih. You know when you love for no reason and keep loving it. Tapi ada alasan yang gue bisa gali kenapa gue suka genre dystopia.

Why I love dystopian genre? So muchhhh
Pertama tau dystopia gue gak tau tepatnya namun sejak baca novel semakin banyak genre semakin luas dan nemu nih genre bikin addicted. Kenapa suka? Kalo gue jawab karna suka aja gak bakalan menarik dong jawabanya. Apalagi jawabnya udah takdir. Semua ujian gue lulus 100%. Maksud gue alasan disini yang bikin gue curious awalnya, related sama kehidupan dan trigger me banget konfliknya, agak berlebihan sih gue, ya emang kalo suka beginian jadinya, suka memuja-muja gitu. Loe suka sama orang mau seburuk apapun ya tetep loe puja juga.



1. Penuh sistem yang berbeda banget dari dunia yang loe dan gue tempatin detik ini. Cerita di dystopian genre emang sistem sosial politiknya terlihat perfect but beneath all of it lay the imperfect. Hal ini yang menurut gue ketidaksempurnaan dijadikan kambing hitam, kesalahan sistem jadi ancaman. Gue greget aja kenapa beda dan nglanggar aturan yang sebenernya itu alami. (Wait, jangan kaitkan sama nglanggar uud ya, konteksnya beda. Koruptor udah jelas salah secara hukum apalagi moral.) Di dunia kehidupan loe harus strict sesuai apa yang penguasa tentuin. Rata-rata sih hampir semuanya deh, dystopian story has begin from ordinary system llike us now to extraordinary caused by war or revolution. Jadi emang awalnya gak ada sistem sosial yang khusus, karena perang dan revolusi menyebabkan pendukung pihak yang ingin mengubah sistem hidup manusia agar lebih baik, namun kebablasen menurut gue dan jadi chaos akhirnya.

2. Trust issue di setiap tokoh menjadi salah satu alasan gue tertarik ke dalamya. Sedikit curhat, gue punya yang namanya trust issue jadi related sama gue. Loe punya kan trust issue mesti gak sering. Nah, di dunia dystopia tiap tokoh pasti mengalami konflik batin harus percaya pada pihak mana, dan mempercayai berarti menyerahkan hidup loe. Bedanya trust isuue in real life, di cerita fiksi ini yaa pasti lebih ekstrim levelnya. Loe mau nurut pemerintahan yang menurut loe gak adil, loe disebut pemberontak. Loe udah gak dipercaya society lagi dan saat di kelompok atau orang yang baru loe temui pun, harus mikir banget apakah bisa dipercaya atau malah musuh dalam selimut. Yaa walaupun sebenernya percaya orang di situasi konflik yang chaos kayak gitu bukan berati harus percaya banget sepenuhnya, seenggaknya loe gak bahayain hidup sementara waktu dan loe bisa survive.


3. Menantang imajinasi gue. Cerita yang gak biasa bikin gue kalau baca bisa bayangin hal-hal abstrak sebelumnya. Sampai ada adapatasi filmnya, nah itu, gue baru bisa liat bentuk konkritnya. Gue juga bisa mikir gimana kalau gue jadi  tokoh di cerita itu yang hidup gak karuan, harus fighting, running, terus gitu sampai tamat. Capek kalo direalisasikan. Yang pasti, imajinasi gue berkembang dan teknologi canggih melampaui dari jaman sekarang udah ada meskipun mirip-miriplah. Kalau scifi gue udah gak kaget riset dan teknologinya emang disetting bener bener jauh masa depan dan amazing.

Alasan dari semua alasan dan penutup yang bisa merangkum kenapa gue suka banget genre dystopian ya karena ada moral value, social value, dan lainnya. Coba loe ambil hikmahnya dari setiap novel yang loe baca, pandangan loe terbuka dan bisa loe bandingin sama real life loe pasti related. Jelas kan novel juga cerita kehidupan pada dasarnya.
Akhir kata, semoga menginspirasi! Good story for good people!

Selasa, 10 Oktober 2017

Menulis cerpen untuk dikirim ke majalah: tips dan suka duka

Hai, sweet people!



Pengen gak karyamu dimuat di media yang dibaca banyak orang? Pengen dong, sebagai salah satu harapan penulis ya memang ingin karyanya bisa menyentuh pembacanya, paling enggak menyampaikan pesan dari ceritanya lah.



Termasuk diriku juga pengen dimuat tapi belum ada kabar bahagia haha entah online atau cetak. Terus berusaha dong ya kan.



Nah, berhubung judulnya menulis cerpen untuk dimuat, iya kalau diterima redaksi. Kalau enggak mau nulis apa disini? Aku mau nyampein apa aja kendala dan tips biar gak ngedrop dan caranya bangkit dari keterpurukan(?) karena belum dimuat-muat menurut versiku aja deh. :D

Apa aja?

1. Kehabisan ide
Kalau menulis cerpen gak selesai-selesai, bahkan sampai berjam-jam kamu stuck disitu aja, kamu bakalan males nglanjutin ceritamu. Ini sering aku alami dan bikin waktu terbuang sia-sia yang harusnya bisa buat kegiatan lain.

Tips: aku biasanya gak kupaksain nulis, toh gak ada yang mau kutulis. Jadi istirahat dan tinggalkan sejenak biar ide mengalir lagi. Karena menulis bagiku sekarang bukan tuntutan seperti orang yang udah profesional, ya dibikin santai dulu. Aku tinggal makan, tinggal main hp bentar, bahkan kulanjutin hari berikutnya.


2.Takut gak dimuat majalah
Tujuan nulis cerpen kan ada buat hobi buat dikirim majalah, macem-macem. Nah, ada rasa cemas takut kalau hasil pikiran kita ternyata gak dipublish oleh media yang kita harapkan. Karena rasa takut itu bikin jadi minder dan bisa menghambat proses penulisan.

Tips: wajar yah takut gak dimuat apalagi udah menguras otak dan keringat bikin cerita yang bagus malah mikirin dimuat atau enggaknya. Kalau aku sih kubiarin aja rasa takut itu ada, dan kunikmati. Setelah berpikir galau-galauan aku jadi mikir masa bodo, gak kupikirin yang penting nulis dan pengen ceritaku selesai. Syukur kalau dimuat kalau enggak ya bukan rejeki. Pikir positifnya aja. Paling nggak temenmu suruh baca lah. Biar effortmu dapat dinikmati orang lain, gak harus di majalah atau media besar.


3. Tulisan berhenti ditengah jalan, gak dilanjutin
Ini kendala yang berhubungan sama kehabisan ide, kalau stuck, terus males ngelanjutinnya. Aku sering gini jadi setengah cerita. Sampai-sampai gak mau nulis lagi. Sayang sih, gak dilanjutin tapi kalau mau dilanjutin gak ada plot yang menarik. Mesti ngerombak dari awal.

Tips: ada dua pilihan, mau mulai dari awal lagi, atau ngrevisi dan ngelanjutin cerita pada awalnya. Kalau aku cenderung tak paksain dan endingnya maksa banget. Hahaa buat konsumsi pribadi.

4. Cerita gak sesuai ide pertama
Kerangka ide yang kita tulis udah fix, tapi setelah nulis panjang-panjang kok ceritanya jadi beda. Mungkin karena efek dikerjakan tidak dalam waktu dan kondisi yang sama, hingga mempengaruhi mood.

Tips: percaya deh sama pikiranmu, kalau ceritanya bagusan gak sesuai ide awal maka kamu punya kreativitas dan gak terpaku sama satu ide. Dan kalau bisa minta kritik temen temenmu yang mau baca ceritamu. Buat keputusanmu. Aku sering baget dikatain ceritanya terlalu cepat alurnya, agak maksa. Hahaa biarlah latihan juga.

5. MALAS
Adalah penyakit umum, buat aku sangatlah menjadi ancaman. Malas dalam berbagai alasan inilah itulah. Makin pinter buat alasan walaupun sebenarnya malas aja.

Tips: dear untuk penulis amatir seperti aku, jangan malas nak. Practice makes perfect. :D


Nah, gak penting kan tips diatas? Kalian pasti bisa dan punya cara masing-masing untuk membuat cerpen kalian berhasil dimuat di majalah dan media yang kalian incar. Kalau suatu saat nanti ceriraku dimuat, pengen ngeshare di blog juga seperti temen temen blogger yang udah berhasil. Hehe. Nothing to lose.

Semoga bermanfaat!







Sabtu, 23 September 2017

Share pengalaman kerja parttime

Bekerjalah seolah-olah masih ada hari esok!

Ungkapan diatas sebenernya gak ada hubungannya sama yang mau aku ceritain. :) Hanya ngomong-ngomong masalah kerja, buat mahasiswa yang pengen parttime khususnya, aku ada sharing pengalaman dikit.

Btw, cari parttime yang enak dan sesuai jurusan kuliah itu gak gampang menurutku. Mungkin ada kali ya, yang kuliah sambil kerja plus kerjaanya nyambung sama bidang studinya. Tapi gak apa, masih ada pengalaman yang bisa diambil dan cerita unik dibaliknya.

Kerjaan paruh waktu yang aku lakuin menjadi frontliner nya toko oleh-oleh atau bahasa gampangannya spg sih, tapi bedanya ditempat kerja ini ada sebutan khususnya yaitu gardep alias garda depan. Sudah pernah dengar? Nah PT Dagadu djokdja si empunya. Seru kah? Gaji oke kah? Enak gak?

First thing, awalnya emang aku niat mau parttime biar ga begitu longgar waktuku, and alasan sebenernya pengen nambah pundi pundi kertas rupiah di dompet. Lol. Dan cari sana sini yang cocok sama jadwal aku kegiatan aku di kampus agak susah. It's unbalance. Nah dapet info gardep parttime ini (iyalah parttime, gardep ini khusus yang kalian kalian mahasiswa) dari sosmed, dan eh ternyata ada kakak tingkatku yang pernah join juga, alhasil aku mantep nan daftar pas itu buka pendaftaran. Oya, karna ini just for college student, it's easier to arrange work schedule. Dapet deh kerjaan. Singkatnya gitu. Tapi tahapannya lumayan lah buat paruh waktu kayak gitu, soalnya banyak yang daftar jadi seleksi and seleksi. Tapi eh tapi jangan khawatir, asal kalian usaha dan punya waktu pasti ke rekrut deh. Aku saja ngerasa gak full of effort pas tengah tengah tahapannya, karena kudu sabar dan ngerjain hal baru di lingkungan baru itu can't say it seperti anak ayam baru menetas -..- kurang lebih gitu. Tentu aku yang udah setengah jalan gak mau sisa sia effortku. Coba deh! :)


Nah, udah resmi kerja parttime aku bangga nih, kadang minder juga. Waktu bisa aku pilah pilah antara kerja, main dan kampus. Itu manajemen waktu aku bisa pelajarin disitu, jadi mau pergi atau rencana kemana harus ada jadwalnya buku agenda gitu. Macam orang sibuk. Menurut aku gitu.

Pas kerjanya ya honestly ga enak, di awal. Ditengah-tengah aku mulai nyaman nih. Katanya Ba-be, panggilan akrabnya marketing tempat kerja, keluar dari comfort zone dulu. Katanya senior sama atasan disitu pas training gitu sih kalo kerjaan baru itu kita harus keluar dari zona nyaman buat jadiin hal itu zona nyaman. Istilahnya memperluas zona nyaman. Kata dosenku juga mirip gitu, jadikan zona tidak nyamanmu jadi zona nyamanmu. Oke itu tentang zona nyaman.

Gimana pas akhir kontrak kerja? Aku belum cerita seperti apa kerjaannya, jobdesknya. Jadi aku bisa belajar excellent service sama costumer yang bermacam-macam bentukan dan sifatnya. Ada yang nyenengin untuk dilayani, ada juga yang bikin aku mlipir mlipir gak mau ndeketin. Pasti aku minta bantu temen partnerku yang mau handle customer rempong. Selain itu, ada semacam pertemuan mingguan dan bulanan buat evaluasi internal dan antara gardep sama supervisor dan orang kantornya. Jadi bisa tuker pendapat dan masukan, sharing gitu. Buat dijadiin bahan evaluasi ke depannya. That's a good agenda. Juga buat mengakrabkan sesama warga perusahaan sih.


Kalo diceritain semua bakal jadi diary selama 8 bulan lebih, jadi buku novel. Singkat cerita suka duka pasti ada lah. Dan itu beda banget sama kegiatan di kampus. Karena udah bener bener lapangan. Lo dibayar istilahnya. Bukannya gak ikhlas tapi disitu ada tanggungjawab dan komitmen selama kerja. Walaupun partner kerja nya sama sama masih kuliah kayak temen kuliah juga tapi beda loh, atmosfir ditempat kerja beda dikampus. Kalo diluar kerja ga ada bedanya mnurutku. Tapi disitu aku dituntut mengenali semua macem macem karakter yang berbeda. Nah ini dia for the last. My new friends, or you called family.


Most of all dari parttime, yang aku jadiin value adalah teman baru alias keluarga baru yang kebentuk disana. Meski ada temen di kampus, temen temen di tempat kerja bikin berkesan dan ninggal memori yang mendalam diotak dan hati ciyeee. Maksudku beda dan unik. Iya kan, ketemu dan menjalani kerjaan ditempat yang sama, dengan tujuan yang sama, ya kerja disitu cari pengalaman entah ngisi waktu mau skripsi. Pasti ikatannya beda dong hubungannya, kita 'dipaksa' awalnya untuk kompak dan care. Tapi apa malahan yang terjadi? bikin suatu keakraban yang lebih dari sekadar bekerja. Setelah dilantik jadi pagardepan, mantan gardep gitu, aku dan gak hanya aku (aku ga nangis deh, nangis pas hari terakhir kerja) kami semua dihari itu nangis soalnya udah ga bisa sering ketemu dan udah ga bisa sperti waktu kerja. Tapi hikmahnya sih masih bisa dong kontak-kontakan. Memang beda saat masih terikat kerja sama udah dijalanya masing-masing.  Lepas dari itu semoga langgeng dan kalo ketemu gak lupa haha. Aku yakin ga bakalan lupa. Because it's hard to forget after what we do through all that time. Kami diem dieman, ketawa, nangis, bacotan, manja manjaan, curhat curhatan, sindir sindiran, marahann, semua emosi ada ditempat kerja itu. Wah kok jadi emosional gini aku ceritanya. Tapi bener itu yang terjadi. Selebihnya hanya Tuhan dan kami yang tau. Dan aku harap pengalaman yang aku dapetin bisa bikin lebih baik kedepannya. Jadi pada akhirnya akan aku list aja faidah yang aku inget dan rasakan.

1. Manajemen waktu, tau lah ngatur jadwal kegiatan. Mau prioritas yang mana dulu.
2. Memperluas zona nyaman, bukan yang baperan tapi seperti aku bilang menambah tempat nyaman.
3. Keluarga baru teman baru, bakalan kamu rasakan susah gampang sedih senangnya rumitnya enaknya 'berkeluarga', jadi nyamain persepsi itu susah dan harus ada jalan tengah disitu keluarga sangat berarti. Saling care dan share.

4. Duit, ini mau aku tulis yang pertama tapi enggak ah haha.

5. Dimana mana ambil hikmahnya aja, pengalaman itu guru bagimu. Experience.


Mungkin lima hal itu yang baru kutulis, poin yang lainnya learning by doing. Pokoknya banyak pelajaran pelajaran sepele tapi lupa dijalankan.

Semoga bermanfaat!

Jumat, 18 Agustus 2017

Review Cream LBC (London Beauty Centre)

Oke, beralih ke produk krim berbeda memang sangat menegangkan(?), dipikir-pikir biayanya sama efeknya nanti gimana di muka (‘o’)6. Kebayang kan kalo susah payah pindah lain hati eh hasillnya gak memuaskan hasrat haha. Beranikan dirimu nak.

Langsung aja, krim yang aku beli semingguan yang lalu yaitu LBC !!! diantara krim dari klinik kecantikan yang ada, yang satu ini harganya lumayan sesuatu nih, daritadi aku nyangkutin harga mulu karena uang adalah masalahnya (ketahuan bukan anak holangkaya ckck). Maunya aku ceritain kronologinya kenapa bisa sampai kepikiran beli itu lbc. Temenku ember. Katanya bekas jerawatnya bisa memudar habis pake krimnya. Hati lemah gue goyah diiming-imingi wajah bebas bekas noda sialan tak termaafkan itu. So, langsung bareng dia kita beli krim. Awalnya mau facial kukira, eh enggak kata temenku, soalnya gak tau kenapa lagi pengen krimnya aja atau pas dompet mepet.

Cerita singkat pas di kliniknya, parkir, masuk, antri (ini gak begitu lama, yang aku suka disini), konsultasi (pasti suruh perawatan ama dokternya). Aku mau cerita panjang pas ini, sayang kalau gak diceritain. Jadi pas masuk di ruangannya, aku gugup gitu ada tiga dokter mbak-mbak atau udah tante atau udah tua yang cantik banget, kinclong mukanya. Apalah daya seorang pasien yang belum kena perawatan seperti bu dokter kulit T..T. ditanya sama dokter yang onduty disitu, “Silahkan mbak, ada masalah apa?” duduk ya kan aku, dokternya ngomong lagi, ”wahh jerawatnya banyak sekali mbak”. Jlep, disitu aku sadar ternyata kejujuran dokter ini membawaku ke dunia nyata akibat bengong dikit ngelihatin muka si dokter yang sekinclong kaca, jadi berkurang  rasa gugupku. 

Iya, muka ku waktu itu udah bekas jerawat belum ilang semua, dan jerawat bruntusan. Padahal gak pake krim dan make up selama dua mingguan buat mengistirahatkan muka. Dugaanku kurang telaten bersihin muka sama sering tidur malam.
Selama konsultasi aku jawab secukupnya sama berusaha mengelak untuk difacial sama dipeeling, why? Karena belum siap sakitnya sama uangnya duh. Tentu aku gak bilang sama dokternya kalau lagi bokek pasti dokternya udah mengerti. “Berapa dok, kalo facial biasa doang?” aku masih memberanikan diri tanya barangkali lebih murah facial biasa. “130” Cukup dari situ aku nyerah dan sok-sokan ga mau difacial haha. Menurutku terbilang medium harganya relatif gimana pelayanan sama hasil produknya nanti. Alhasil aku bisa dapat beli krim aja tanpa perlu facial untuk ukuran pasien yang baru pertama konsul. Fyi, dokternya selain cantik, ramah kok, gak maksa buat aku facial meskipun mukaku sebenarnya perlu dibersihin dulu sel-sel kulit matinya. Saat konsulpun sebenarnya enak mau tanya apa tentang masalah mukamu, tapi kalau muka jerawat aku dari dulu dah tau penyebabnya dan mesti jawaban standarnya, wajah berminyak, kena debu, stress, makan berlemak, begadang dll. Cuma butuh waktu sama kesabaran merawat kulit bermasalah, jadi ya langsung to the point aku nyoba krim yang disarankan dokter. Paket Acne.

Satu paket (harga ±225k): sabun, toner, krim malam, krim pagi. Bedak (kebetulan habis, alhamdulillah hemat duit).

Penampakannya seperti ini, simple.
Sabun muka (facial wash)


Klaimnya, membantu mengurangi jerawat, membuat kulit wajah bersih dan tampak segar, sehingga tetap sehat.
Nah, segi kemasannya aku gak peduli yang penting bisa bersih gak pas make sabunnya. Pas dicoba buat cuci muka harum seperti parfum yang familiar tapi lupa apa. Busanya ga banyak. Setelah dibilas gak keset juga gak bikin kering kulit, tapi kuraba kulitku agak licin meski udah bersih bilas airnya. Overall oke dan aku suka.

Toner

Klaimnya, bermanfaat membersikan kulit wajah dari sisa-sisa segala jenis kotoran baik berupa tata rias, debu ataupun yang melekat pada wajah dan leher.
Dari luar sama dengan kemasan sabunnya hanya saja ini cairan bening seperti toner pada umumnya. Setelah cuci muka, memakai toner hasilnya bisa menuntaskan sisa-sisa sabun yang licin karena sabun muka. Seger di muka.

Krim Malam

Ga ada keterangan dikemasannya, hanya tulisan tanggal pembelian dan keterangan krim No. 74. Saat dioleskan di kulit rasanya adem, pas bangun tidur ga lengket. Tapi karena memakai krimnya belum lama efek drastisnya belum kelihatan.

Krim Pagi

Kembaran sama krim malam, keterangannya krim No.5. Jadi selama pemakaian krim pagi ga boleh pake foundation dulu. Kalau bedak masih dibolehkan asalkan tabur. 

Bonus ada petunjuk pemakaian krim didalam paketnya.
maaf, gambar blur hehe



Itu krim LBC yang sedang aku pakai, cuma belum menunjukkan tanda-tanda mennggembirakan buat kulit. Masih sama ga ada perubahan karena baru pertama juga pake dan kondisi muka lagi belum pulih dari breakout. Penilaian krim bisa relatif, mungkin bagi beautyblogger yang udah pengalaman di luar sana punya referensi dan review lebih jelas buat yang mau coba lbc hehe. Saya hanya cerita belinya saja. See ya. Thanks anyways!

Sabtu, 12 Agustus 2017

Susah Gampangnya jadi Pemula atau Member Baru : pengalaman awal di kampus

Ini sebenarnya cerita lama, namun mau aku singgung dikit buat sharing aja konsisten itu penting dimanapun kamu berada, everywhere! oke.

Jadi awal-awal aku masuk ukm di kampus, berasa antusiasku melejit kayak roket. Tau sendiri kan, maba baru seumur jagung masih semangatnya 45'? Ya, aku jadi salah satun maba itu. Kayak kamu itu ngerasa di momen itu semua hal baru dan kegiatan kampus yang disodori oleh senior atau kating kamu tuh harus bisa ngelakuin dan jadi sesuai anganmu. (beneran lu bakal jadi optimis banget, entah orasinya bagus atau emang masih polos waktu maba dulu haha) Emang ada benernya juga sih baca deh tips dan trik menjadi maba yang baik dan benar, baca-baca artikel gitu gimana memasuki dunia kampus yang beda banget kayak jaman sekolah. Kesannya itu loh ngefek banget di aku T.T. Oke balik lagi ke cerita, aku mencoba ikut salah satu ukm olahraga, (udah lama aku pengen nyobain nih cuma kehalang keadaan aja). Daftar nih, sendirian aku waktu itu soalnya masih belum ada yang mau diajak belum begitu akrab sama temen baru. Oh ya info pendaftaran udah dikoar-koar pas ospek fakultas, jadi buat maba biar langsung join buat yang tertarik. Habis daftar di unit pelayanannya (ruang ukm), seingetku suruh ngisi formulir, terus bayar administrasi, rasanya udah mabuk kepayang gitu serasa dunia udah digenggaman!
Skip

Udah lewat beberapa minggu kegiatannya ya latihan (bidang olahraga) setiap dua kali seminggu. Dikasih seragam pula dulu, eh pake uang tapi ngedapetinya. Masa kebahagian itu kulewati dengan temen-temen baru di ukm selain udah kenal sama temen di jurusan. Kuliah lancar, kegiatan ukm lancar, jadi aman. Awal jadi anggota baru mesti ada ospek kecil kecilannya dong! Istilahnya sih makrab (malam keakraban) waktu itu diadakan di pantai nginep di hotel dekat pantai (mirip rumah sih), terus kegiatannya ya jelajah pantai, games, nyanyi, materi, sama apa ya banyak sih seru, kayak persami tapi ini lebih santai menurutku.  After that, aku jadi semakin giat berangkatnya. Malesnya nanti aku ceritain soalnya belum ke puncak konflik nih haha. Disitu pula aku dapat mengenal berbagai macem orang yang lebih beragam lagi which is beda fakultas beda jurusan makin banyak latarbelakang yang berbeda. Nah disetiap kelompok pasti ada kelompok lagi. Maksudku adalah yang deket banget banget, deket banget, dan dekat aja. Yang ekstrim sebatas kenal aja. Aku deket sama beberapa anggota cewek, introduksinya sih basa-basi kenapa ikut ini itu, jurusan apa, asalnya mana dsb. Kategori deket banget 2x ada anak asal daerahku jadi gampang akrab. Kita latihan bareng kadang main di luar juga bareng meskipun neda fakultas. Karena kegiatan sebagian besar latihan terus mengolah gerakan tubuh, ya buat aku yang bukan anak jasmani sekali gak terlalu berharap jadi atlet so dinikmatin aja sambil niatnya biar badan bugar. Masalah mulai muncul, awalnya kadwal kuliah tabrakan sama jadwal latihan. Itu udah pergantian semester. Kadang bolos nih, dengan bersekongkol dengan teman ukm lainnya apalagi sama yamg deket banget. Suka dilema mau nyusul atau bolos sekalian, rugi begitu pikirku masa itu. Tapi tetap bertahan karena melihat para senior-senior yang bikin berdecak lidah saking kagum saking wah kerennya. Bertahan tak lama juga dan akhirnya goyah pada waktunya. Inget banget itu gegara disuruh maju satu persatu memeragakan gerakan memukul, aku salah banyak. Nah ini dia biang keroknya. Dulu kegagalan itu seperti akhir segalanya bagiku yang masih amatir ini hehe. Aku kagok dan seperti hilang semangat maba-ku yang dulu. Aku mulai membuat alasan untuk tidak ikut latihan, mulai mengajak teman yang lain gak ikut juga, mulai menenangkan diri sendiri bahwa tidak apa-apa jika berhenti. Deg! disitu titik jenuh ku mulai ada, sering juga ditanya kenapa jarang berangkat, semakin keras alasan yang kulontarkan. Toh itu bukan jalan satu-satunya buat mahasiswa sepertiku.


Aku belajar dari satu cerita diatas bahwa konsisten itu kunci penting saat anda sekalian adalah pemula. Saat keajegan kamu stabil dan gak mau nyerah, gak kayak aku yang mental baja karatan langsung patah, pasti hasilnya memuaskan.

Kedua, tadi konsisten yang pertama ya, masa bodoh, ini sikap yang bisa dibilang negatif tapi waktu elu jadi pemula ini senjata jitu buat ngeboost semangat. Soalnya kadang pengaruh oramg lain bisa njatuhin kamu kalo gak hati-hati. Ya omongan lah, "Eh ngapain dia ikut-ikutan, ga bisa apa-apa lagian!" contohnya kurang lebih gitu. Tapi aku gak ngalamin verbal abuse sih, lebih ke self esteem yang kurang dipupuk terus. Setelah kamu udah ajeg, terus mandang ke depan, tinggal kamu usaha, berdoa dan istiqomah. Dah simple gitu aja. Itu yang aku alamin selama masa percobaan sampe mandeg/ berhenti di tengah perjuanganku ye.
Untuk kegiatan lain apapun itu sebenarnya sama aja tipsnya, bukan tips kalo aku sebutnya, lebih ke saran (sama aja hahaa). Intinya apapun dan dimanapun kita memulai sesuatu yamg ingin kita achieve ya harus konsisten dulu, pelajaran, nilai, manfaat lain pasti akan didapetin sambil jalan. Susah gampangnya sih individu masing-masing, but everyone has their mind kan.

Jadi buat maba ataupun apalah kalian itu statusmu, semangat! Konsisten itu kunci utama. Ngomong gini juga belum pengalaman banyak kayak politisi dan ahli psikologi kok apalagi pemberi motivasi. Sharing is fun.
oh ya, makasih udah baca :)